Salam Pembuka

Hai.. Slamat datang di blog Puji Rahayu, AMK .. dalam blog ini akan dibahas banyak hal seputar kesehatan.. selamat menjelajahi blog ini.. \(^,^)/

Sabtu, 17 Maret 2012


KEPERAWATAN GERONTIK
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

PENGERTIAN
 Ilmu Keperawatan Gerontik
  • Ilmu : pengetahuan dan sesuatu yang dapat dipelajari
  • Keperawatan : konsisten terhadap hasil lokakarya nasional keperawatan 1983
  • Gerontik : gerontologi + geriatrik
  • Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
  • Geriatrik berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang berusia lanjut.
  • Keperawatan Gerontik : suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
KLASIFIKASI LANSIA

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 – 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun
2. Usia Tua : 75 – 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

PROSES PENUAAN
  • Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
  • Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial .
Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1.  terjadi dalam sel seperti: Perubahan Mikro
  • Berkurangnya cairan dalam sel
  • Berkurangnya besarnya sel
  • Berurangnya jumlah sel
2.  Yang jelas terlihat seperti: Perubahan Makro
  • Mengecilnya mandibula
  • Menipisnya discus intervertebralis
  • Erosi permukaan sendi-sendi
  • Osteoporosis
  • Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun)
  • Emphysema Pulmonum
  • Presbyopi
  • Arterosklerosis
  • Manopause pada wanita
  • Demintia senilis
  • Kulit tidak elastis
  • Rambut memutih
KARAKTERISTIK PENYAKIT PADA LANSIA
  •  Penyakit sering multiple (saling berhubungan satu sama lain )
  • Penyakit bersifat degeneratif
  • Gejala sering tidak jelas  berkembang secara perlahan
  • Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
  • Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
  • Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang tidak sesuai dengan dosis)


LINGKUNG TANGGUNGJAWAB
Fenomena yang menjadi bdang garap keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.
·         Lingkup askep gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan

·         Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:

1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor

·         Tanggung jawab Perawat Gerontik
1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan meninggal.

·         Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)



TUJUAN GERIATRIK
Tujuan geriatrik adalah sebagai berikut :

a.       - Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia ada taraf yang setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.

b.      - Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental.

c.    - Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.

d.    - Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

e.      -  Bila para lanjut usia sudah tidak dapat tersembuhkan dan bila mereka sudah sampai stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberikan bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian, (dalam akhir hidupnya memberikan bantuan moril dan perhatian yang maksimal, sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

UU Mengenai Lansia
UU no.13 tahun 1998 → tentang kesejahteraan lansia :
·         Lansia pada seseorang berusia 60 tahun ke atas

Usia digolongkan atas 3 :
·         - Usia biologis
Usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup.

·         - Usia psikologis
Menunjukkan pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian pada situasi yang dihadapinya.

·         - Usia sosial
Usia yang menunjuk pada peran-peran yang diharapkan/diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.



DAFTAR PUSTAKA
Setiabudhi, Tony. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek Menjaga Keseimbangan Kualitas

Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Nugroho, Wahjudi SKM. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Jumat, 16 Maret 2012

LAPORAN PENDAHULUAN DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER)

Laporan Pendahuluan DHF

A.    Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti . (Ngastiyah, 1995 ; 341).

B.     Etiologi

-          Virus dengue
berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia, maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

-          Vektor : nyamuk aedes aegypti
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

-          Host : pembawa.
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.

C.     PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya:   peningkatan suhu.
Selain itu virtemia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus.


Pada Pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal.
Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jka tidak tertangani maka akan menimbulkan syok .
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

D.    Manifestasi KLINIS infeksi virus dengue

Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).

Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniquet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).

Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

E.     KLASIFIKASI
Derajat (WHO 1997):
a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
- Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
- Asites
- Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
- Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

Cara: dengan  melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit
Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
  1. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).
  2. Biarkan tekanan itu selama 10 minit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan dari test IVY, 5 minit sudah mencukupi).
  3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
  4. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Catatan:
Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan positif.

Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.

Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)

Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak .
c. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Kaji riwayat keperawatan.
d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).

2. Diagnosa keperawatan .
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
3. Intervensi
Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan :
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil
Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.
Intervensi
1) Observasi tingkat kesadaran klien
2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).
3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.
4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.


Evaluasi :
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi

DAFTAR PUSTAKA:
 Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.
 Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
 Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jil 2. Jakarta