Salam Pembuka

Hai.. Slamat datang di blog Puji Rahayu, AMK .. dalam blog ini akan dibahas banyak hal seputar kesehatan.. selamat menjelajahi blog ini.. \(^,^)/

Minggu, 29 April 2012


TYPOID

A.  Latar Belakang
Demam typoid merupakan salah satu penyakit sistemik. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam typoid diseluruh dunia, dimana 600.000 diantaranya meninggal atau sekitar 3,15%. Menurut hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001 demam typoid menempati urutan ke 8 dari ke 10 penyakit penyebab kematian umum di Indonesia sebesar 4,3%. Insiden dengan  demam typoid banyak terjadi pada anak yaitu pada klien berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80 % pasien berumur antara 12 – 30, dan 10 – 20%  antara 30 – 40 tahun, 5 – 10 % diatas 40 tahun. Khususnya di Indonesia, umur penderita yang terkena demam typoid dilaporkan antara 3 – 19 tahun mencapai 91 % kasus.

Berdasarkan  catatan yang diperoleh dari medical record di ruang dahlia pada enam (6) bulan terakhir terhitung mulai bulan Februari sampai bulan Juli 2010 , jumlah pasien yang dirawat sebesar 667 jiwa dengan berbagai penyakit. Angka kesakitan yang terbanyak pada sistem pencernaan adalah pasien dengan diagnosa gastroenteritis berjumlah 129 jiwa (19,3%), urutan yang kedua adalah diagnosa typoid 30 jiwa (4,5%), dan urutan ketiga adalah vomitus 29 jiwa (4,3%).
Kondisi klien dengan demam typoid dapat sembuh dengan cepat apabila melakukan pola hidup yang baik seperti tirah baring dan diet secara bertahap (diit lunak) dan menjalani pengobatan serta upaya pencegahan untuk menghindari kekambuhan penyakit terse     .

A. PENGERTIAN
Demam typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feces dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Brunner and Sudart, 2000). 
                   
Typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara fecal oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Manjoer Arief.M, 2000).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan typoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi


 B.ETIOLOGI
Demam typoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Salmonella thypi merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang tidak berspora, berflagella (bergerak dengan rambut getar) dan berkapsul. Terdapat dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C.  Patofisiologi
1.       Proses penyakit
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.

2.      Manifestasi klinis
Masa inkubasi 7-14 hari, inkubasi pendek 3 hari dan terlama 60 hari.
a.       Minggu pertama
Demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, bingung, lemah, lidah kotor, dilapisi selaput putih sampai kecoklatan, batuk,  perasaan tidak enak diperut.


b.      Minggu kedua
Demam remiten, lidah kotor tertutup selaput tebal, pembesaran hati dan limfa, perut kembung, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang berat, apatis, bingung, kehilangan kontak dengan lingkungan sekitarnya, tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan dan minum, nyeri di kuadran bawah, distensi abdomen, konstipasi.
c.       Minggu ketiga
Disorientasi, bingung, insomnia, lesu, tidak bersemangat, kelopak mata cekung, pucat, wajah tanpa ekspresi, dilatasi pupil, mulut bibir kering, pernafasan cepat dan dangkal, distensi abdomen, nodus player mengalami nekrotik ulserasi, timbul perdarahan dan perforasi, buang air besar lembek, warna coklat tua dan kehijauan dan berbau. Pada akhirnya minggu ketiga suhu mulai turun dan mencapai normal pada minggu berikutnya.

3.   Komplikasi
Komplikasi demam typoid dapat terjadi pada :
a.  Usus halus
umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu seperti perdarahan usus perforasi usus dan peritonitis
b.  Komplikasi diluar usus
terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteri) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan bronkopneumonie. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan cairan yang kurang dan akibat suhu tubuh yang tinggi.

D.  Penatalaksanaan
1.      Terapi
Pengobatan demam typoid terdiri dari 3 bagian:
a.       Perawatan dan istirahat
Klien dengan demam typoid perlu perawatan di rumah sakit ,  observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari, maksud tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi klien dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya klien. Klien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari dekubitus.
b.      Diet
Pemberian makanan diberikan bertahap mulai dari bubur saring, bubur kasar dan akhirnya nasi tim dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar), cukup kalori dan tinggi protein yang bertujuan untuk menghindari komplikasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa klien biasanya tidak menyukai diet bubur saring sehingga makannya sedikit yang menyebabkan kekurangan gizi dan penyembuhan menjadi lama. Pemberian nasi dan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan secara dini dengan aman pada klien demam typoid.
c.       Obat-obatan
1)      Obat-obatan anti mikroba yang sering digunakan
Chlorampenicol, thiampenicol, cotrimoxazole, ampicilin, amoxicillin
2)      Obat-obatan asimptomatik
a)      Antipiretik
b)      Kortikosteroid
2.   Tes diagnostik
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, kimia darah, biakan darah dan uji widal . Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyakit.
a.   Hematologi
Kadar Hb dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi, hitung leukosit sering rendah atau leukopenia tetapi dapat pula normal atau tinggi. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)
b.   Kimia klinik
Pemeriksaan SGOT / SGPT pada demam typoid meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuh dari typoid.
c.   Biakan darah
Bila biakan darah positif, hal itu menandakan demam typoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadinya demam typoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor seperti tekhnik pemeriksaan laboratorium, saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, vaksinasi dimasa lampau, dan pengobatan dengan obat nati mikroba.
d.   Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita thypoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin. Dari ketiga aglutinin (agglutinin O, H, Vi) hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan diagnosis sebagai penderita demam typoid. Interpretasi hasil uji widal sebagai berikut:
a)      Titer O yang tinggi (≥160) menunjukkan adanya infeksi akut
b)      Titer H yang tinggi (≥160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah mendapat infeksi.
c)      Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.


E.  Konsep Tumbuh Kembang Anak ( Usia 3 – 6 tahun)
       1.   Perkembangan fisik
Perkembangan biologis pada anak prasekolah kenaikan berat badan 2 kg/tahun dimana menurut Behrman didapat dengan 2 n + 8. Tinggi badan rata-rata kenaikan 6-8 cm /tahun. Gigi anak pada anak usia prasekolah belum erupsi. Gigi susu terakhir pada usia 2 tahun.
2.  Motorik kasar : diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1 – 5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah.
3. Motorik halus : mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, menggambar orang, mampu menjepit benda, makan dan minum sendri, dan menggunakan sendok.
4.  Bahasa : diawali mampu menyebutkan hingga empat gambar, menyebutkan beberapa warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung dan mengartikan kata, dan mengikuti berbagai bunyi kata.
5. Sosialisasi : mampu bermain dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan dan mengenali angota keluarga.

FDampak hospitalisasi anak usia prasekolah 3-6 tahun
           Hospitalisasi adalah suatu kondisi sakit yang harus dirawat di RS yang menimbulkan krisis bagi anak. 
          Krisis hospitalisasi dapat disebabkan karena stress pada perubahan status kesehatan dan kebiasaan   
         sehari-hari, serta keterbatasan mekanisme koping untuk memecahkan kejadian stress. Stressor utama
         terjadi pada dampak hospitalisasi: perpisahan, kehilangan kontrol, trauma pada tubuh, nyeri dan reaksi
         perilaku anak

            Pada usia ini merupakan masalah yang besar bagi anak karena hospitalisasi dipengaruhi oleh: usia perkembangan, pengalaman sakit yang lalu, perpisahan, support system dan koping yang digunakan. Respon perilaku anak akibat hospitalisasi: Fase protes (berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari) ditandai dengan anak menangis, menjerit, memanggil orangtua, dan menolak perhatian orang lain. Fase putus asa (dispair) berhenti menangis, tidak aktif, menarik diri, sedih, tidak mau berkomunikasi, dan menolak beraktifitas. Fase menolak (menyesuaikan diri) seperti rasa interest dengan lingkungan meningkat, mau berinteraksi dengan orang lain yang tidak dikenal, anak tampak lebih gembira, anak menerima kondisi sakit.

Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi dan perasaan yang muncul dalam hospitalisasi adalah takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi, informasi buruk tentang diagnosa medis, perawatan yang tidak direncanakan, perilaku tidak kooperatif, putus asa dan menolak tindakan keperawatan.

G.  Pengkajian keperawatan
        Pengkajian terhadap klien dengan gangguan sistem gastrointestinal meliputi pengumpulan data analisa:
1.      Pengumpulan data meliputi
a.       Biodata klien
b.      Keluhan utama
c.       Riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
Pada klien keterbatasan aktivitas perlu dilihat meliputi penampilan postur tubuh dan kesadaran. Karena klien biasanya akan mengalami kelemahan, kebersihan kurang, postur tubuh kurus akibat adanya penurunan berat badan.
b.      Sistem pernafasan
Pada sistem ini perlu dikaji adanya pergerakan cuping hidung waktu bernapas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernapas, auskultasi bunyi paru, apakah bersih atau ada ronkhi serta frekuensi napas.
c.       Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan takikardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
d.      Sistem pencernaan
Pada sistem ini yang perlu dikaji meliputi mulut, bibir, lidah, nafsu makan, observasi adanya distensi abdomen, peristaltik usus dan buang air besar klien. Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi.
e.   Sistem integumen
Turgor kulit menurun atau tidak elastic, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
f.    Sistem Urologi
Pada sistem ini yang perlu dikaji adalah observasi dan palpasi pada daerah simpisis, ada atau tidaknya nyeri tekan serta bagaimana pengeluaran urinnya seperti jumlah, frekuensi dan warna urine.
3.      Pola aktifitas sehari-hari
Pola aktifitas sehari-hari pada klien dengan demam typoid, frekuensi makan, jenis makanan, kuantitas minuman dan eliminasi BAB serta personal hygiene.
4.      Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan serologis untuk mengukur antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H.

HDiagnosa keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thyposa
2.      Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah
3.      Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4.      Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
5.      Cemas pada anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
6.      Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan penyakit

I.   Perencanaan keperawatan
1.   Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thyposa
Tujuan
Suhu tubuh kembali normal atau terkontrol
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernapasan dalam batas normal
Rencana tindakan
Observasi suhu tubuh klien, anjurakn keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan klien untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
2.  Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada, balance cairan posistif, turgor kulit elastic, pengisian kapiler < 3 detik, hematokrit dalam batas normal.
Rencana tindakan
Kaji tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, observasi produksi urine, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 1200-1500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Ht, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
3.  Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekua
Tujuan
Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil atau ideal, nilai bising usus atau peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal (Hb), dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Rencana tindakan
Kaji pola nutrisi klien, kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Lakukan oral hygine. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dalam penyembuhan Anjurkan keluarga untuk memberi makan klien sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetic seperti (ranitidine)
4. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Pasien mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara optimal
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot
Rencana tindakan
Kaji tahap kemampuan aktivitas, bantu aktivitas klien sehari-hari, berikan terapi bermain yang sesuai tumbuh kemabang pada anak. Latih mobilisasi bertahap setelah demam hilang.
            5.   Cemas pada anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
                  Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tampak tenang
Kriteria hasil
Klien mau tertawa dengan perawat dan mau berkomunikasi dengan perawat
Rencana tindakan
Kaji tingkat kecemasan klien, bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga, kaji faktor pencetus cemas, buat jadwal kontak dengan klien, cipatakan lingkungan yang tenang dan menyenangkan, berikkan support ke anak dengan cara bicara, sentuhan dan tindakan yang membuat anak tenang kaji hal yang disukai klien, beri mainan sesuai kesukaan klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan, anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien, lakukan terapi bermain sesuai dengan tingkat perkemabangan klien.
           6.   Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan penyakit
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan keluarga meningkat
                  Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan
Rencana tindakan
Sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakit anaknya, beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila  ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik  ceramah, Tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak diketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

    J.   Pelaksanaan Keperawatan
            Menurut Nursalam (2001), implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al 1996). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan.
2.      Tahap tindakan keperawatan
Tahap 1 : persiapan
Persiapan meluputi kegiatan-kegiatan :
a.       Review tindakan yang di identifikasi pada tahap perencanaan
b.      Menganalisa pengetahuan dan keteramilan keperawatan yang diperlukan
c.       Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul
d.      Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
e.       Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
f.       Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan
       Tahap 2 : intervensi
Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen, dependen, dan interdependen. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan.
a.       Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b.   Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan perencanaan tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.
c.    Interdependent
Tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.


                   K.  Evaluasi Keperawatan
Nursalam (2001) mengemukakan bahwa evalusai keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan.
Proses evaluasi :
1.      Mengukur pencapaian tujuan pasien yang meliputi:
a.       Kognitif (pengetahuan)
Evalusi kognitif dapat diperoleh dari interview atau tes tertulis
b.      Afektif (status emosional)
Meliputi observasi secara langsung, feedback dari staf kesehatan yang lain
c.       Psikomotor
Hal ini biasanya dilakukanm melalui observasi secara langsung
d.      Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan klien yang bisa diobservasi
2.      Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
Ada tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini:
a.       Pasien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan
b.      Pasien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan
c.       Pasien tidak mencapai hasil yang telah ditentukan
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
a.       Proses (formatif)
Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.
b.      Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau kesehatan klien pada akhir tindakan pasien, sumatif evaluasi, obyektif, fleksibel, dan efisien.
3.      Komponen evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi lima komponen yaitu:
a.    Menentukan kriteria, standar, dan pertanyaan evaluasi
b.   Mengumpulkan data mengenai keadaan pasien yang terbaru
c.    Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar
d.   Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
e.    Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.